Bahasa tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga cerminan sikap, nilai, dan budaya seseorang. Di lingkungan sekolah, penggunaan bahasa yang santun memainkan peran penting dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan membangun hubungan interpersonal yang harmonis antara siswa, guru, dan warga sekolah lainnya. Kesantunan berbahasa di sekolah tidak sekadar soal kata-kata sopan, melainkan menyangkut pemahaman akan norma sosial, tata krama, serta etika berbahasa yang berlaku dalam konteks pendidikan.
Skripsi mengenai kesantunan berbahasa di sekolah menjadi topik yang sangat relevan untuk dikaji dari sudut linguistik, khususnya dalam bidang pragmatik. Dalam kajian pragmatik, kesantunan dipandang sebagai strategi komunikasi untuk menjaga keharmonisan interaksi sosial.
Pentingnya kesantunan berbahasa di sekolah berkaitan erat dengan pembentukan karakter peserta didik. Bahasa santun membantu siswa belajar menghargai pendapat orang lain, membangun sikap empatik, dan memahami pentingnya norma sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sayangnya, dalam praktiknya masih ditemukan berbagai bentuk pelanggaran kesantunan, seperti berkata kasar, menyela pembicaraan, atau mengabaikan aturan sapaan. Fenomena ini bisa menjadi objek kajian menarik dalam sebuah skripsi.
Baca Juga:Skripsi Humor dalam Karya Sastra
Konsep Kesantunan Berbahasa dalam Konteks Sekolah
Kesantunan berbahasa dalam konteks sekolah merupakan penerapan etika dan norma sopan santun dalam komunikasi verbal maupun nonverbal yang terjadi di lingkungan pendidikan. Kesantunan bukan sekadar memakai kata “tolong” dan “terima kasih”, tetapi mencakup penggunaan strategi berbahasa yang mempertimbangkan posisi sosial, relasi kekuasaan, serta situasi komunikasi. Dalam interaksi antara guru dan siswa, misalnya, penggunaan bahasa yang santun mencerminkan penghormatan terhadap otoritas sekaligus keterbukaan dalam berdiskusi.
Teori kesantunan yang paling umum digunakan dalam kajian linguistik adalah teori Brown dan Levinson yang membagi strategi kesantunan menjadi dua jenis: kesantunan positif dan kesantunan negatif. Kesantunan positif berfungsi untuk membangun keakraban dan solidaritas, seperti memuji, menyapa dengan ramah, atau menunjukkan empati. Sementara itu, kesantunan negatif menjaga jarak dan menghormati hak individu untuk tidak terganggu, misalnya dengan permintaan izin sebelum berbicara atau penggunaan bahasa formal dalam situasi resmi.
Dalam praktiknya, siswa dan guru memainkan peran yang berbeda dalam menjaga kesantunan berbahasa. Guru diharapkan menjadi teladan dalam penggunaan bahasa yang sopan dan mengajarkan nilai-nilai kesantunan secara eksplisit maupun implisit. Siswa, di sisi lain, dituntut untuk belajar memahami konteks komunikasi, menyesuaikan gaya bahasa, serta menghormati perbedaan dalam interaksi dengan teman sebayanya.
Pendekatan dan Metodologi Penelitian Kesantunan Berbahasa
Penelitian tentang kesantunan berbahasa di sekolah umumnya menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi makna, bentuk, dan strategi kesantunan yang digunakan dalam interaksi nyata. Fokus utama bukan pada kuantifikasi data, tetapi pada pemahaman mendalam terhadap fenomena kebahasaan yang terjadi dalam konteks sosial tertentu.
Sumber data utama dalam penelitian ini adalah tuturan verbal, baik dalam bentuk dialog antara guru dan siswa, percakapan antar siswa, atau interaksi lain yang terjadi di lingkungan sekolah. Data dapat dikumpulkan melalui teknik observasi langsung, perekaman, wawancara, atau dokumentasi teks tertulis seperti pesan WhatsApp kelas, surat menyurat antarorganisasi siswa, atau naskah pidato.
Dalam menganalisis data, peneliti dapat menggunakan teori kesantunan Brown dan Levinson atau teori relevan lainnya seperti prinsip kerja sama Grice yang membantu mengungkap makna implisit dalam komunikasi. Analisis juga dapat mencakup klasifikasi bentuk-bentuk pelanggaran kesantunan, jenis strategi yang digunakan untuk menghindari konflik, serta pengaruh situasi atau relasi sosial terhadap pemilihan gaya bahasa.
Bentuk dan Contoh Kesantunan Berbahasa di Sekolah
Berikut adalah bentuk-bentuk kesantunan berbahasa yang umum ditemukan di lingkungan sekolah:
– Penggunaan Sapaan Hormat: Siswa menyapa guru dengan panggilan “Bapak/Ibu” dan menyertai dengan kata “permisi”, “maaf”, atau “selamat pagi” sebagai bentuk penghormatan.
– Permintaan yang Sopan: Kalimat seperti “Boleh saya bertanya, Bu?” atau “Mohon izin untuk ke luar kelas, Pak” merupakan contoh penggunaan strategi kesantunan negatif.
– Pujian dan Penguatan Positif: Guru memberikan komentar seperti “Bagus sekali idemu” atau “Kamu sudah berusaha dengan baik” sebagai bentuk kesantunan positif yang mendorong semangat siswa.
– Menghindari Kata Kasar: Siswa diimbau tidak menggunakan bahasa kasar atau slang yang tidak pantas, baik dalam interaksi langsung maupun tertulis.
Strategi Penggunaan Bahasa Santun oleh Warga Sekolah
Untuk menciptakan budaya berbahasa yang santun, berikut strategi yang digunakan oleh warga sekolah:
– Pendidikan Bahasa dan Karakter: Pembelajaran bahasa Indonesia dan Pendidikan Pancasila diintegrasikan dengan nilai-nilai kesopanan dan etika komunikasi.
– Keteladanan Guru: Guru menjadi panutan dalam penggunaan bahasa yang santun, baik saat mengajar maupun berinteraksi di luar kelas.
– Kegiatan Ekstrakurikuler: Forum debat, pidato, dan organisasi siswa menjadi wadah pelatihan komunikasi yang etis dan santun.
– Regulasi dan Sanksi Etis: Sekolah menetapkan aturan berbahasa dalam tata tertib dan memberikan teguran terhadap pelanggaran kesantunan.
Relevansi dan Kontribusi Kajian Kesantunan Berbahasa
Secara akademik, skripsi ini mengembangkan wawasan mahasiswa dalam bidang pragmatik, khususnya dalam menghubungkan teori kesantunan dengan praktik komunikasi nyata. Kajian ini melatih keterampilan analisis linguistik, kepekaan terhadap makna sosial bahasa, serta kemampuan melakukan penelitian lapangan yang kontekstual dan bermanfaat.
Baca Juga:Skripsi Kritik Sastra Feminis Indonesia
Kesimpulan
Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan sekolah yang mencerminkan nilai-nilai sosial, etika, dan pendidikan karakter. Melalui penggunaan bahasa yang santun, siswa dan guru dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan mendukung proses belajar mengajar secara optimal. Kesantunan juga menjadi fondasi untuk membentuk pribadi yang komunikatif, empatik, dan menghargai keberagaman.
Penelitian skripsi tentang kesantunan berbahasa di sekolah memerlukan pendekatan kualitatif yang mendalam untuk memahami praktik dan strategi bahasa yang digunakan. Teori pragmatik dan kesantunan dapat membantu mengkaji data interaksi nyata antara siswa dan guru. Hasil penelitian ini bisa memberikan kontribusi baik untuk pengembangan teori maupun praktik pendidikan.
Pada akhirnya, membangun budaya bahasa yang santun di sekolah bukan hanya tanggung jawab guru bahasa, melainkan seluruh warga sekolah.Mohon bimbingan terbaik untuk memastikan skripsi Anda berkualitas dan sesuai dengan standar akademik. Hubungi Skripsi Malang sekarang untuk konsultasi dan bantuan lebih lanjut!